Kamis, 13 Oktober 2016

Estetika Film Digital

Estetika adalah hal yang mempelajari kualitas keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan pengalaman estetik pencipta dan pengamatannya.

Estetika dalam kontek penciptaan menurut John Hosper merupakan bagian dari filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan karya yang indah

Estetika dalam industri grafis komunikasi:
Penggabungan estetika dengan teknologi dalam industri grafis komunikasi merupakan suatu yang kompleks dan mengarah pada perkembangan penggayaan tertentu berdasarkan kebutuhan praktis.
Penggabungan estetika dengan teknologi dalam industri grafis komunikasi merupakan suatu yang kompleks dan mengarah pada perkembangan penggayaan tertentu berdasarkan kebutuhan praktis.

Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film adalah menggunakan mekanisme lambang – lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya.

Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan bahkan dapat mempengaruhi audiens.


Film punya banyak keunggulan. Film dapat menampilkan objek yang tidak bisa dilihat secara mata telanjang. Film dapat memvisualkan objek yang terlalu besar, objek yang sangat kecil, memperlambat gerakan objek yang terlalu cepat atau sebaliknya, mempercepat gerakan objek yang terlalu lambat. Dengan teknologi efek, animasi dan tata suara tertentu, film dapat memberikan kesan lebih dramatis daripada kejadian yang sebenarnya.

Jurnal : https://goo.gl/tx66FD

Produksi Film Digital

Animasi berasal dari bahasa Latin yaitu animate yang artinya menghidupkan, memberi jiwa dan mengerakan benda mati. Animasi merupakan proses membuat objek yang asalnya objek mati, kemudian disusun dalam posisi yang berbeda seolah menjadi hidup. Di dalam animasi ada dua objek penting, yaitu objek atau gambar dan alur gerak.

Film adalah merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungkapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh.

Animasi adalah gambar begerak berbentuk dari sekumpulan objek (gambar) yang disusun secara beraturan mengikuti alur pergerakan yang telah ditentukan pada setiap pertambahan hitungan waktu yang terjadi. Gambar tersebut dapat berupa gambar makhluk hidup, benda mati, ataupun tulisan.
Stephen Cavalier (2011) dalam bukunya “The World History of Animation” membagi sejarah animasi dunia ke dalam lima babak besar yang tiap-tiap babak memiliki penandanya masing-masing yang ia sajikan secara kronologis. Lima babak tersebut dimulai sebelum tahun 1900 hingga era digital. Penjelasan 5 babak tersebut dapat dibaca di tulisan sebelumnya yang berjudul "Lima Babak Animasi Dunia".

Jika ditelusuri lebih jauh, jejak animasi Indonesia dapat ditelusi dari wayang dan relief pada candi-candi di nusantara. Wayang dan relief yang ada di candi-candi di Indonesia adalah artefak atau jejak perjalanan seni visual nusantara yang tak ternilai harganya. Beberapa kalangan antara lain Dwi Koendoro dan Gotot Prakosa berpendapat bahwa wayang dan relief adalah cikal bakal komik dan animasi Indonesia (Prakosa, 2008). Yang membedakan wayang dan relief dengan animasi dalam konteks film adalah masalah dimensi ruang-waktu (time base media). Maka dalam konteks lima babak animasi dunia, wayang dan relief candi yang telah mengakar lama dalam sejarah nusantara dapat dianggap sebagai era pre-film (era sebelum 1900), atau era asal muasal animasi sebagai medium seni visual di Indonesia (The Origin of Indonesian Animation). Dalam konteks sejarah animasi global temuan tersebut sejalan atau analog misalnya dengan temuan lukisan gua purba, gambar mural di Mesir kuno, hingga gambar penghias mangkuk di China Kuno.Namun sampai saat ini untuk alat-alat (device) animasi pre-film yang lebih maju seperti Praxinoscope, Zoetrope, Phenakistoscope, dan Kinetoscope apakah pernah ada di Indonesia masih harus dicari jejak sejarahnya.

Animasi Indonesia dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu animasi yang ada di Indonesia, animasi yang sepenuhnya dibuat atau diproduksi oleh orang Indonesia, dan animasi luar yang dibuat atau diproduksi di Indonesia (outsoursing). Tulisan ini berusaha memuat tiga sudut pandang tersebut. Dalam sudut pandang pertama, meskipun belum bisa dinikmati secara luas, animasi telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1933 atau masa menjelang periode akhir era kolonial di Indonesia, banyak koran lokal yang memuat iklan film animasi produksi Walt Disney. Dari sudut pandang kedua, menurut Prakosa (2010) animasi dalam bentuk film mulai diproduksi di Indonesia oleh orang Indonesia pada tahun 1955 melalui animasi propaganda “Si Doel Memilih”. Sedangkan dari sudut pandang ketiga, beberapa studio animasi luar negeri terutama dari Jepang sejak tahun 80an meng-outsource produksi animasi mereka di Indonesia sebagai salah satu bentuk globalisasi budaya dan ekonomi. Dengan demikian, secara umum sejarah animasi modern Indonesia dimulai pada tahun 1956, yaitu ketika Presiden Soekarno yang terkenal sangat menghargai karya seni melakukan kunjungan resmi ke Amerika Serikat menyempatkan berkunjung ke Disneyland yang bertepatan dengan momen satu tahun berdirinya taman bermain raksasa tersebut. Saat itu Soekarno tercatat sebagai presiden pertama yang berkunjung ke Disneyland. Setelah pulang ke tanah air Soekarno mengirim seorang seniman bernama Dukut Hendronoto (Pak Ook) untuk belajar animasi di studio Disney. Setelah belajar selama 3 bulan, ia kembali ke Indonesia dan membuat film animasi pertama berjudul “Si Doel Memilih”. Film animasi tersebut bercorak propaganda dengan menggunakan teknik gambar dua dimensi pada sel transparan, atau lembaran tembus pandang, hitam dan putih.Film animasi untuk propaganda kampanye pemilihan umum di Indonesia itu menjadi tonggak dimulainya animasi modern di Indonesia. Dengan demikian, dalam konteks animasi dunia, animasi Indonesia dimulai di masa transisi era emas animasi tradisonal atau animasi kartun (the golden age of cartoon) tahun 1928 – 1957, ke era televise (television era) tahun 1958 - 1985. Dimana di Indonesia TVRI (Televisi Republik Indonesia) mengawali siarannya pada tahun 1963. Namun sayang sekali, animasi yang dianggap animasi Indonesia pertama tersebut tidak dapat dilacak dokumentasinya, sehingga animasi pertama ini masih menjadi kontroversi tentang kebenaran sejarahnya, sehingga perlu dilakukan riset lanjutan untuk menelusuri jejak sejarahnya ke fihak-fihak terkait untuk membuktikan kebenaranya.

Selanjutnya pada tahun 1963 Pak Ook hijrah ke TVRI dan mengembangkan animasi di sana dalam salah satu program namun kemudian program itu dilarang karena dianggap terlalu konsumtif. Di tahun tersebut TVRI merupakan stasiun TV satu-satunya di Indonesia.Stasiun ini juga sudah memulai menayangkan film-film yang dibuat oleh Walt Disney dan Hanna-Barbera, sekitar tahun 1970. Pada masa yang sama, lahir juga kebijakan baru tentang penayangan iklan di TVRI yang kemudian melahirkan program “Mana Suka Siaran Niaga”. Saat itulah film animasi iklan nasional lahir, yang memberikan gambaran nyata tentang keadaan industri film animasi yang tidak bisa lepas dari pertumbuhan televisi.

Berdasarkan wawancara dengan Wagiono Sunarto (2014), pada tahun 1972 muncul beberapa film animasi yang dibuat oleh Drs. Suyadi (di kenal sebagai Pak Raden) di sebuah lembaga bernama Training Aid Center (TAC), lembaga di bawah UNICEF yang berada di Jalan Surapati. Drs. Suyadi membuat satu tim yang membuat beberapa film, salah satunya adalah Film Edukasi tentang Keluarga Berencana yang dibuat bersama Prof. Dr. RM. Sularko, salah satu dokter gigi yang menjadi ketua Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI). Pada tahun 1972 juga berdiri studio animasi pertama di Jakarta bernama Anima Indah yang didirikan oleh seorang warga Amerika bernama Lateef Keele.Anima Indah termasuk yang mempelopori animasi di Indonesia karena menyekolahkan krunya di Inggris, Jepang, Amerika dan lain-lain.Anima Indah berkembang dengan baik namun lebih banyak berkembang di bidang periklanan. Di tahun 70-an banyak film yang menggunakan kamera seluloid 8mm, maraknya penggunaan kamera untuk membuat film tersebut, akhirnya menjadi penggagas adanya festival film. di festival film itu juga ada beberapa film animasi seperti; Batu Setahun, Trondolo, Timun Mas yang disutradarai Suryadi alias Pak Raden. Dengan demikian diawal era televisi hingga akhir tahun 70an inilah animasi Indonesia mulai berkembang, terutama untuk periklanan.Di tahun1973 juga muncul Festival Film Mini yang diprakarsai oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Dari festival ini lahirlah Dwi Koendoro (Dwi Koen) melalui animasi pendeknya yang berjudul “Batu”. Dengan demikian pada  tahun 70an selain animasi iklan juga mulai muncul animasi-animasi pendek yang lebih bersifat eksperimental (animasi festival). Dalam konteks animasi dunia, tahun 60an hingga 70an, Disney yang pada era sebelumnya tergolong produktif dalam memprodusi animasi layar lebar, begitu di era televisi sudah mulai jarang memproduksi animasi layar lebar lagi dan mulai masuk ke industri animasi televisi mengikuti sukses UPA (United Production of America), MGM (Metro Golden Mayers), Hanna-Barbera, Fleischer Brothers, dsb yang telah terlebih dahulu sukses memanfaatkan medium baru tersebut.

Era tahun 80-an ditandai sebagai tahun mulai maraknya animasi Indonesia, antara lain melalui film animasi “Rimba Si Anak Angkasa” yang disutradarai oleh Wagiono Sunarto dan dibuat atas kolaborasi ulangan “Si Huma” yang diproduksi oleh PPFN dan merupakan animasi untuk serial TV. Berdasarkan wawancara dengan Gotot Prakosa (2014) pada tahun 80an ini juga muncul animasi-animasi eksperimental terutama animasi buatan mahasiswa IKJ termasuk Gotot sendiri didalamnya.Animasi-animasi tersebut mampu menembus festival animasi Internasional di beberapa Negara antara lain Jerman, Belanda, Perancis, hingga Jepang.Animasi pendek tersebut telah berhasil mengangkat citra animasi Indoensia di mata internasional, sesuatu yang sulit dilakukan oleh animasi komersial saat itu. Baru pada tahun 2006, setelah melalui perjuangan panjang di festival-festival dan forum-forum animasi internasional akhirnya bisa mengantar animasi dan seniman animasi Indonesia untuk masuk manjadi anggota ASIFA (Association Internationale du Film d'Animation), sebuah forum organisasi animasi internasional tertua yang yang berpusat di Perancis dan memiliki cabang (board) di banyak negara di dunia. Masuknya Indonesia ke anggota ASIFA pada tahun 2006 juga menjadi penanda penting diakuinya Indonesia dalam forum animasi internasional tertua tersebut. Selain itu, pada tahun 1980-1990-an juga lahir beberapa studio animasi seperti Asiana Wang Animation yang bekerjasama dengan Wang Film Animation, Evergreen, Marsa Juwita Indah, Red Rocket Animation Studio di Bandung, Bening Studio di Yogyakarta dan Tegal Kartun di Tegal. Dalam konteks sejarah animasi dunia, pada tahun 80an di beberapa negara khususnya Amerika telah mulai mengembangkan animasi digital terutama yang dipelopori oleh kalangan peneliti dari Universitas-universitas yang bekerjasama dengan antara lain ILM, dan Pixar Studio. Beberapa animasi pendek dan visual effeck sederhana telah muncul diera ini dan sebagian dipakai dalam beberapa film.Tron adalah salah film yang satu pionir pada tahun 80an yang menggunakan visual effek animasi dalam beberapa adegan filmnya.

Memasuki era tahun 90-an, sudah banyak bertaburan berbagai film animasi meskipun tetap belum dikenal luas oleh publik tanah air, diantaranya Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang, Satria Nusantara yang kala itu masih menggunakan kamera film seluloid 35 mm. Kemudian ada serial “Hela, Heli, Helo” yang merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya. Tahun 1998 mulai bermunculan film-film animasi yang berbasis cerita rakyat seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas dan petualangan si Kancil.Dan pada era 90-an ini banyak terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari negara Jepang seperti Doraemon dan Pocket Monster.Pada tahun 90an setelah lahirnya televisi swasta di Indonesia animasi Jepang mulai mendominasi program animasi televisi dan mampu bersaing dengan animasi buatan Amerika. Pada tahun 90an muncul beberapa film animasi layar lebar fenomenal produksi Disney seperti Beauty and the Beast (1991), Alladin (1992), The Lion King (1994), Hingga animasi panjang 3Dkomputer pertama produksi Pixar, Toy Story (1995). Menyusul kemudian film animasi Disney yang lain seperti Hercules (1997), Mulan (1998), hingga Tarzan (1999), Studio Pixar di akhir 90an atau tepatnya tahun 1999 kembali merilis Toy Story 2. Film-film tersebut mendapatkan respon luar biasa dari penonton di seluruh dunia. Animasi telah menjadi produk global yang tidak kalah bersaing dengan jenis film yang lain.
Selanjutnya pada milenum baru, dengan semakin mudahnya akses teknologi digital, banyak sekali bermunculan studio-studio animasi kecil dan komunitas animasi di Indonesia.Diantara sekian banyak studio animasi yang terdapat di Indonesia, Red Rocket Animation termasuk yang paling produktif. Pada tahun 2000 Red Rocket memproduksi beberapa serial animasi TV seperti Dongeng Aku dan Kau, Klilip dan Puteri Rembulan, Mengapa Domba Bertanduk dan Berbuntut Pendek, Si Kurus dan Si Macan. Pada masa ini serial animasi cukup populer karena sudah menggabungkan 2D animasi dengan 3D animasi. Mulai bangkit dan munculnya animasi komputer di Indonesia juga tidak lepas dari lahirnya komunitas dan forum antara lain indoCG, Animator forum, komunitas Blender, dsb sejak awal tahun 2000an. Pada masa ini juga muncul lembaga-lembaga study komputer grafis dan animasi antara lain Digital Studio dan Hello Motion yang ikut mensupport perkembangan animasi di Indonesia melalui pendidikan animasi. Selain itu jurusan DKV dan informatika di beberapa perguruan tinggi juga mulai membuka program atau peminatan animasi.Lalu pada tahun 2003, serial 3D animasi merambah ke layar lebar diantaranya “Janus Perajurit Terakhir”. Janus adalah animasi hibrid yang mengkombinasikan antara live shot dengan animasi. Film ini dari hasil wawancara dengan Syah Inderaprana (2014), seorang tokoh/praktisi animasi digital, dianggap sebagai “milestone” penting dalam perkembangan animasi khususnya animasi layar lebar Indonesia pertama. Setahun kemudian, tepatnya pada 7 Mei 2004, hadir film 3D animasi berdurasi panjang (full animation) buatan Indonesia sekitar 60 menit yaitu “Homeland” yang ceritanya diolah Studio Kasatmata bersama Visi Anak Bangsa. Film ini berkisah tentang petulangan seorang bocah bernama Bumi yang berusaha menemukan tempat tinggalnya di dunia imajiner bernama Atlantis.Film ini digarap selama satu tahun di bawah payung Studio Kasatmata di Jogjakarta.Walaupun film ini kurang meraih sukses, dan dianggap sebagai “milestone” yang gagal terutama karena masih minim secara kualitas, tapi menjadi babak baru bagi dunia peranimasian Indonesia. Meskipun demikian, dalam konteks film 3D animasi panjang dunia, film ini muncul hampir 9 tahun setelah film animasi 3D panjang pertama “Toy Story” yang rilis pada tahun 1995. Sedangkan pada tahun 2004 disaat Homeland rilis, film-film animasi produksi Pixar telah mampu menampilkan simulasi yang jauh lebih kompleks dari film pertama mereka Toy Story, salah satunya melalui film yang sangat fenomenal “Finding Nemo” yang mampu mensimulasikan air dan gerakan ikan yang sangat realistic (bahkan surealistik). Sebelumnya pada tahun 2001 juga muncul animasi CGI fenomenal “Final Fantasy” produksi Square Pictures yang meskipun gagal secara penjualan namun dianggap sebagai tonggak kedua animasi CGI setelah Toy Story pada tahun 1995.

Selanjutnya, baru pada tahun 2008, Indonesia berhasil membuat film animasi 3D pertama yang ditayangkan di layar lebar dan juga sudah berhasil Go Internasional (didistribusikan ke berbagai negara mulai dari Singapura, Korea, dan Rusia).Film animasi yang berjudul “Meraih Mimpi” tersebut diproduksi Infinite Frameworks (IFW), studio animasi yang berpusat di Batam. Film ini merupakan adapatasi dari buku karya Minfung Ho berjudul Sing to The Dawn. Buku tersebut bercerita tentang kakak beradik yang berusaha melindungi tempat tinggal mereka dari kontraktor yang jahat.IFW membuat adapatasi buku Minfung Ho tersebut atas permintaan pemerintah Singapura yang ingin buku wajib baca di beberapa SD di Singapura tersebut dibuatkan filmnya. Begitu mendapat tawaran, IFW langsung memulai pengerjaan film Sing to The Dawn. Sedangkan di tahun yang sama (2008) animasi meraih mimpi harus bersaing dengan beberapa film animasi layar lebar terutama produksi Amerika antara lain Kungfu Panda produksi Dreamworks animation, Wall-E produksi Pixar, dan Bolt produksi Studio Disney yang sangat popular pada saat itu. Terutama film animasi Wall-E yang mendapat anugerah sebagai the best animated feature di ajang academy award tahun 2008.Sedangkan pada tahun pada tahun sebelumnya Disney Pixar juga merilis Ratatouille, animasi fenomenal yang juga mendapatkan Oscar tahun 2007 yaitu seabagai film animasi terbaik.

Sebagai penutup, jika dilihat dalam konteks film (layar lebar) berdasarkan aspek produksi, animasi adalah medium yang kompleks dan mahal. Maka wajar jika perkembangan animasi di Indonesia dalam konteks global tergolong sangat lambat, meskipun persinggungan dengan dunia film dan animasi telah berlangsung cukup lama di negeri ini. Bahkan jika dilihat dari sejarah film sebagai medium animasi, perkembangan awal film di Indonesia bisa dikatakan sama dengan awal perkembangan film dunia dan telah berlangsung semenjak era kolonial Belanda awal abad 20. Perkembangan film animasi Indonesia sempat menemukan momentumnya di awal era televisi, namun meredup kembali di tahun 80an hingga 90an, dimana pada saat itu animasi di Indonesia banyak didominasi oleh animasi luar terutama Jepang dan Amerika.Perkembangan animasi Indonesia selanjutnya menemukan momentumnya lagi di era digital meskipun terlambat hampir 10 tahun lamanya jika dilihat dalam konteks perkembangan animasi dunia (global), baik secara bentuk maupun teknologi.Namun yang menarik namun luput dari penulisan sejarah film maupun animasi Indonesia adalah munculnya animasi ekperimental (Avanguard animation) pada tahun 80an yang mampu bersaing di festival-festival animasi internasional. Masuknya indonesia ke anggota ASIFA pada tahun 2006 juga menjadi penanda penting diakuinya Indonesia dalam forum animasi internasional tertua tersebut.

Jurnal : https://goo.gl/ztHX3J

Senin, 03 Oktober 2016

Digital Televisi Production

Jenis – jenis penerimaan Televisi

Televisi hitam putih
Pada televisi hitam putih gambar tidak dapat dilihat sesuai dengan warna aslinya. Apapun yang terlihat dilayar kaca hanya tampak warna hitam dan putih. Hal ini sangat berbeda dengan televisi warna, yakni warna gambar yang tampil di layar akan terlihat menyerupai aslinya.

Televisi warna
Gambar yang kita lihat di layar televisi adalah hasil produksi dari sebuah kamera. Objek gambar yang ditangkap lensa kamera akan dipisahkan menjadi tiga warna dasar, yaitu merah (R= red), hijau (G=green), dan biru (B=blue). Hasil pemisahan ini akan dipancarkan oleh pemancar televisi. Pemancar TV warna memancarkan sinyal-sinyal:
·         Audio (suara)
·         Luminansi (kecerahan gambar)
·         Krominansi (warna)
·         Sinkronisasi (vertikal / horizontal)
·         Burst   

PAL (Phase  Alternating  Line)

Adalah sebuah encoding warna yang digunakan dalam sistem televisi broadcast, digunakan di seluruh dunia kecuali di kebanyakan Amerika, beberapa di Asia Timur menggunakan NTSC, sebagian Timur Tengah dan Eropa Timur, dan Prancis (menggunakan SECAM, walaupun kebanyakan dari mereka telah memulai proses menggunakan PAL).

PAL dikembangkan di Jerman oleh Walter Bruch, yang bekerja di Telefunken, dan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967. Catatan bahwa Thomson Prancis, di mana Henri de France mengembangkan SECAM, kemudian membeli Telefunken. Thomson juga berada di belakang merk RCA untuk produk elektronik konsumen,    dan    RCA menciptakan  standar  TV  warna      NTSC (sebelum Thomson terlibat).                            

NTSC (National  Television  System  Committee) 

NTSC dengan format terdiri dari 30 frame video per detik, dimana setiap frame  terbentuk dari 525    scanning    garis.    486 scanning membentuk  visible  raster  dan  sisanya  (vertical  blanking interval)   digunakan  untuk sinkronisasi   dan   penyapuan            vertikal
serta    informasi         lain   seperti    teks      penutup  dan vertical interval timecode.      

Pada raster yang lengkap,      scanning genap (lower scanlines) yaitu garis 21-263 membentuk    bidang   gambar   yang   pertama           dan scanning  ganjil  (upper  scanlines)  yaitu garis  283-525  membentuk bidang  gambar  yang  kedua.  Sebagai  perbandingan,  system  PAL menggunakan  625  garis  (576           visible  raster),  atau  dengan  kata lain   memiliki resolusi  vertikal yang  cukup  tinggi,  tetapi  memiliki resolusi frame yang rendah yaitu 25 frame atau 50 bidang gambar per detik.

SECAM (Sequential Color with Memory)

Pada tahun 1957, Henri de France memperkenalkan sistem warna SECAM. Dalam sistem SECAM, resolusi warna gambar dan ukuran secara vertikal dikurangi. Sinyal Q dan I dari sistem NTSC tidak digunakan, sebagai gantinya sinyal R-Y Dan B-Y digunakan sebagai sinyal modulasi, dan dipancarkan dengan bandwidth yang sama. Keduanya tidak dipancarkan secara serempak seperti halnya di dalam sistem NTSC dan PAL. Tetapi secara bergantian, satu garis berisi sinyal R-Y dan garis yang berikutnya berisi sinyal B-Y. Suatu penundaan garis (delay line) di dalam penerima TV membuat kedua sinyal ini bergabung kembali ketika gambar akan ditampilkan

SALURAN DAN STANDAR PEMANCAR TV

Kelompok frekuensi yang ditetapkan untuk transmisi sinyal disebut saluran (channel). Masing-masing mempunyai sebuah saluran 6 MHz dalam salah satu bidang frekuensi (band) yang dialokasikan untuk penyiaran TV komersial yaitu:

a) VHF bidang frekuensi rendah saluran 2 sampai 6 (54 – 88 MHz).

b) VHF bidang frekuensi tinggi saluran 7 sampai 13 (174 – 216 MHz).

c) UHF saluran 14 sampai 83 (470 – 890 MHz)

Ada 3 sistem pemancar TV yaitu sebagai berikut:

a) National Television System Committee (NTSC) digunakan USA

b) Phases Alternating Line (PAL) digunakan Inggris

c) Sequential Couleur a’Memorie (SECAM) digunakan Prancis

Sedangkan Indonesia sendiri menggunakan system PAL B. Hal yang membedakan system tersebut adalah format gambar, jarak frekuensi pembawa gambar dan pembawa suara.


PRINSIP KERJA PENERIMA TV

Model dan jenisnya blok rangkaian TV bermacam-macam, tergantung pada merek TV yang digunakan.

Secara garis besar blok tersebut memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:

a) Antena Televisi

Antena TV menangkap sinyal-sinyal RF dari pemancar televisi. Antena diklasifikasikan berdasarkan konstruksinya ada 3 yaitu:

1) Antena Yagi

2) Antena Perioda Logaritmis

3) Antena Lup

Klasifikasi lain berdasarkan jalur frekuensi gelombang yang diterima adalah:

1) Kanal VHF Rendah

2) Kanal VHF Tinggi

3) Kanal UHF

b) Rangkaian Penala (Tuner)

Rangkaian ini terdiri dari penguat frekuensi tinggi (penguat HF), pencampur (Mixer) dan osilator local. Rangkaian penala berfungsi untuk menerima sinyal TV yang masuk dan mengubahnya menjadi sinyal frekuensi IF.

c) Rangkaian Penguat IF (Intermediate Frequency)

Rangkaian ini berfungsi sebagai penguat sinyal hingga 1000 kali. Sinyal ouput yang dihasilkan penala (Tuner) merupakan sinyal yang lemah dan sangat tergantung pada jarak pemancar, posisi penerima dan bentangan alam. Lingkaran merah menunjukkan rangkaian IF yang sebagian berada didalam tuner.

d) Rangkaian Detektor Video

Berfungsi sebagai pendeteksi sinyal video komposit yang keluar dari penguat IF gambar. Selain itu juga berfungsi untuk meredam sinyal suara yang akan mengakibatkan buruknya kualitas gambar

e) Rangkaian Penguat Video

Rangkaian ini berfungsi sebagai penguat sinyal luminan yangberasal dari detector video sehingga dapat menjalankan tabung gambar atau CRT (Catode Ray Tube)

f) Rangkaian AGC (Automatic Gain Control)

Rangkaian AGC berfungsi menstabilkan sendiri input sinyal televisi yang berubah-ubah sehingga output yang dihasilkan menjadi konstan. Lingkaran merah menunjukkan komponen AGC yang berada didalam sebagian IC dan sebagian tuner

g) Rangkaian Penstabil Penerima Gelombang TV.

Rangkaian penstabil penerima gelombang TV diantaranya adalah AGC dan AFT. Automatic Fine Tuning berfungsi mengatur frekuensi pembawa gambar dari penguat IF secara otomatis

h) Rangkaian Defleksi Sinkronisasi

Rangkaian ini terdiri dari empat blok yaitu: rangkaian sinkronisasi, rangkaian defleksi vertical, rangkaian defleksi horizontal dan rangkaian pembangkit tegangan tinggi.

i) Rangkaian Suara

Suara yang kita dengar adalah hasil kerja dari rangkaian ini, sinyal pembawa IF suara akan dideteksi oleh modulator frekuensi (FM). Sebelumnya, sinyal ini dipisahkan dari sinyal pembawa gambar :waaah

j) Rangkaian Catu Daya (Power Supply)

Berfungsi untuk mengubah arus AC menjadi DC yang selanjutnya didistribusikan ke seluruh rangkaian.

Pada gambar, rangkaian catu daya dibatasi oleh garis putih dan kotak merah. Daerah di dalam garis putih adalah rangkaian input yang merupakan daerah tegangan tinggi (Live Area). Sementara itu, daerah dalam kotak merah adalah output catu daya yang selanjutnya mendistribusikan tegangan DC ke seluruh rangkaian TV

k) Penguat Krominan

Penguat ini menguatkan frekuensi 4,43 MHz untuk sinyal krominan yang termodulasi dalam sinyal V (sinyal R-Y) dan sinyal U (sinyal B-Y). Lebar jalur penguat 2 MHz

l) Sinkronisasi Warna

Didalam rangkaian sincronisasi warna, sinyal burst sinkronisasi warna dikeluarkan dari sinyal video warna komposit

m) Automatic Color Control (ACC)

Jika amplitudo sinyal ledakan naik, maka ACC mengeluarkan suatu tegangan kemudi yang memperkecil penguatan didalam bagian warna

n) Color Killer (Pemati Warna)

Rangkaian ini berguna untuk menindas penguat warna, apabila sedang tak ada sinyal krominan masuk. Ini terjadi pada waktu penerimaan sinyal hitam-putih

o) Rangkaian Switching Fasa 180 (Pembelah Warna)

Dari penguat krominan, sinyal diumpankan ke colour. Splitter (pembelah warna). Pembelah warna ini memisahkan sinyal yang termodulasi dengan sinyal V dari sinyal yang termodulasi dengan sinyal U. Pembelah warna terdiri dari saklar PAL dan beberapa resistor. Pada akhir setiap garis, selama ditariknya garis PAL maka sinyal V diputar 180 . Sinyal U tidak mengalami putaran fasa

p) Demodulasi Warna


Dengan mempergunakan demodulator warna, maka sinyal-sinyal perbedaan warna di demodulasikan dari sinyal U dan V. Karena pada pemancar, sinyal-sinyal itu dimodulasikan dengan system pembawa suppressed/dihilangkan dan hanya kedua sub pembawa jalur samping (side band sub carier) yang ada. Agar dapat mendemodulasikannya menjadi sinyal pembawa warna yang asli kembali, maka diperlukan sub pembawa 4,43 MHz dengan fasa dan frekuensi yang tepat sama seperti pada pemancar

Jurnal : http://www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9783642116117-c1.pdf?SGWID=0-0-45-896947-p174005467

Digital Television

Pengertian Televisi
Televisi adalah media pandang sekaligus media pendengar (audio-visual), yang dimana orang tidak hanya memandang gambar yang ditayangkan televisi, tetapi sekaligus mendengar atau mencerna narasi dari gambar tersebut. Televisi berasal dari 2 (dua) kata, yaitu tele (Yunani) yang berarti jauh, dan visi (Latin) yang berarti citra/gambar. Jadi secara utuh, televisi dapat diartikan sebagai suatu sistem penyajian gambar.

Sejarah Televisi

Sejarah awal dari perkembangan televisi, tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar hukum gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael Farraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik. Pada tahun 1840, Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 baris. Tahun 1876, George Carey menciptakan Selenium Camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. Tahun 1881, para insinyur memperkenalkan konsep Teleponskop yang merupakan suatu konsep gabungan antara telepon dan pengiriman gambar bergerak. Tahun 1884, Paul Nikow, ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam yang disebut Teleskop Elektrik dengan resolusi 18 garis. Tahun 1888, Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. Tahun 1897, Tabung Sinar Katoda (CTR) pertama diciptakan oleh ilmuwan Jerman, Karl Ferdinand Braun. Tahun 1897, Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali. Kemudian pada tahun 1900 istilah Televisi pertama kali dikemukakan oleh Constatin Perskyl dari Rusia pada acara International Congress of Electricity yang pertama dalam Pameran Teknologi Dunia di Paris.


Jurnal : idei.fr/sites/default/files/medias/doc/conf/ecm/ottaviani.pdf